Sabtu, 07 Februari 2015

Proposal Penelitian Fosil di Museum



BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
            Pada zaman dahulu , dinosaurus dan fosil lainnya dapat terbentuk dengan cara yang berbeda seperti dikemukakan dalam buku-buku tentang evolusi. Fosilisasi pada binatang hampir tidak pernah terjadi kecuali mereka dikubur dengan cepat serta dalam, sebelum binatang atau burung pemakan bangkai, bakteri dan erosi membuat mereka menjadi debu. Kondisi seperti ini sangat tidak biasa. Dalam banyak kejadian, keberadaan fosil baik dalam tipe maupun jumlah menunjukkan dengan jelas kondisi bencana saat penguburan atau pengawetannya. Dinosaurus besar, kelompok ikan besar dan banyak aneka binatang ditemukan dalam endapan lumpur yang banyak dan mengeras menjadi batu. Hampir semua fosil ditemukan dalam endapan yang berair.Fosil adalah bukti-bukti yang didapatkan dari kehidupan pra- sejarah. Batasan masa pra-sejarah lebih dari enam juta tahun yang lalu.
Menurut definisi tersebut, maka yang dimaksud dengan fosil adalah meliputi segala macam bukti, baik yang bersifat langsung maupun tak langsung. Contoh bukti langsung dari kehidupan prasejarah adalah tulang dinosaurus, sedangkan bukti tak langsung adalah jejak tapak kaki bewail yang terawetkan dalam lumpur, dan koprolit (material faeces). Catatan : fosil tidak memberikan bukti yang mendukung Evolusi. "Keberadaan fosil membuat malu teori Evolusi dan mendukung konsep Penciptaan." ( Dr. Gary Parker, PhD., ahli biologi/paleontologi yang sebelumnya pendukung Evolusi ). Fosil banyak di temukan di wilayah Indonesia , salah satunya di daerah Sulawesi selatan , yang kemudian telah d simpan di Museum Latemmamala Watansoppeng . pada makalah ini akan di bahas fosil yang terdapat di Museum Latemmamala Watansoppeng

Fossilization :
Semua proses yang melibatkan penimbunan hewan atau tumbuhan dalam sedimen, yang terakumulasi & mengalami pengawetan seluruh maupun sebagian tubuhnya serta pada jejak-jejaknya .
B. Tujuan
Mengumpulkan informasi dan membuat laporan hasil studi tentang fosil yang diamati atau situs temuan fosil.
C. Manfaat
            Dapat mengetahui informasi tentang fosil yang diamati atau situs temuan fosil
D. Waktu Dan Tempat
1.      Waktu Penelitian/ Pengamatan :
Minggu, 25 Januari 2015 pukul 08.00- selesai
2.      Tempat Pengamatan :
Museum Latemmamala Watansoppeng













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.        Villa Juliana (Museum Latemmamala)
Villa Juliana merupakan salah satu bangunan peninggalan Belanda di Kabupaten Soppeng. Bangunan yang mulai dibangun pada tahun 1905 dan selesai pada tahun 1907 atas prakarsa C. A. Croesen selaku Gubernur Pemerintahan Hindia Belanda di Sulawesi ini menjadi salah satu ikon wisata sejarah Kabupaten Soppeng.
Terletak di salah satu sudut Kota Watansoppeng, bangunan yang kini berusia satu abad lebih yang belakangan difungsikan sebagai Museum Latemmala tersebut tidaklah terlalu sulit untuk diakses. Apalagi, dengan posisinya di ketinggian membuat bangunan yang awalnya dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan kepada Ratu Juliana, putri Ratu Wilhelmina yang pernah berkuasa di Belanda ini menjadi sangat menonjol.
Juru Pelestari Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Villa Juliana, Lamadi, kepada penulis mengatakan keberadaan Villa Juliana tersebut memang awalnya diperuntukkan sebagai penginapan bagi Ratu Juliana yang direncanakan berkunjung ke Soppeng. Hanya saja, sengitnya peperangan antara Belanda dengan Kerajaan Gowa pada masa itu serta alasan faktor keamanan, kunjungan putri penguasa Belanda, Ratu Wilhelmina ini dibatalkan.
Bangunan yang merupakan perpaduan antara arsitektur Eropa dan Bugis dan disebut-sebut memiliki ‘kembaran’ di Belanda ini mulai dibangun pada tahun 1905 atas prakarsa Gubernur Jenderal Pemerintahan Hindia Belanda di Sulawesi dan baru selesai dibangun pada tahun 1907.
Selanjutnya, selain dijadikan sebagai tempat peristirahatan Pemerintah Hindia Belanda, Villa Juliana juga difungsikan sebagai pusat perkantoran dan pengawasan terhadap aktivitas raja dan masyarakat Kabupaten Soppeng.
Text Box:  Salah satu sudut Kabupaten Soppeng diambil dari lantai dua Villa Juliana  13966205291107136335Selanjutnya, kata dia, Villa Juliana ini kemudian dijadikan Mess Pemda pada tahun 1992, diambil alih Dinas Budaya dan Pariwisata sebagai salah satu cagar budaya pada tahun 2005 hingga kemudian menjadi Museum Latemmamala pada 23 Maret 2008 bertepatan dengan peringatan Hari Jadi Soppeng.
Bangunan di belakang bangunan utama Villa Juliana yang dulunya difungsikan sebagai pusat perkantoran Pemerintah Hindia Belanda di Soppeng
Untuk renovasi, ungkap Lamadi, hanya dilakukan pada bagian atap yang sudah tiga kali mengalami perubahan. (sumber : http://wisata.kompasiana.com )
Menjadi Museum Latemmamala
Selain menjadi salah satu cagar budaya, Villa Juliana juga berfungsi sebagai museum. Di lantai satu, terdapat beberapa koleksi foto lama seputar sejarah Kabupaten Soppeng, fosil-fosil yang ditemukan peneliti di kawasan Calio, buku-buku seputar Kabupaten Soppeng serta peralatan-peralatan kuno yang digunakan oleh masyarakat tempo dulu yang masih tersimpan rapi.
Sementara di lantai dua, terdapat beberapa koleksi benda pustaka peninggalan Kerajaan Soppeng serta keramik asal China sebagai bukti adanya kerjasama antara Kerajaan Soppeng dengan para pedagang China.
Dari ruang fosil, kita dapat melihat adanya fosil gajah yang ditemukan pada tahun 1993 di Tanjonge, rahang gajah purba, fosil kura-kura raksasa yang juga ditemukan di kawasan sungai di daerah Calio, tengkorak babi rusa serta fragmen gigi Anoa yang semuanya ditemukan peneliti di wilayah Kabupaten Soppeng
Salah satu artefak kuno berupa pahat batu yang ditemukan oleh peneliti di wilayah Kabupaten Soppeng yang tersimpan pada salah satu ruang lantai satu Villa Juliana.
Villa Juliana, umumnya banyak dikunjungi oleh para pelajar dan mahasiswa sebagai tugas penelitian dan sejarah. Di samping itu, juga sering dikunjungi oleh peneliti dari luar negeri, seperti Belanda, Austria dan negara lainnya. (sumber : http://wisata.kompasiana.com)
B.     Pengertian Fosil
Fosil(bahasa Latin: fossa yang berarti "menggali keluar dari dalam tanah") adalah sisa-sisa atau bekas-bekas makhluk hidup yang menjadi batuatau mineral. Untuk menjadi fosil, sisa-sisa hewan atau tanaman ini harus segera tertutup sedimen. Oleh para pakar dibedakan beberapa macam fosil. Ada fosil batu biasa, fosil yang terbentuk dalam batu ambar, fosil ter, seperti yang terbentuk di sumur ter La Breadi Kalifornia. Hewanatau tumbuhan yang dikira sudah punah tetapi ternyata masih ada disebut fosil hidup. Fosil yang paling umum adalah kerangka yang tersisa seperti cangkang, gigi dan tulang. Fosil jaringan lunak sangat jarang ditemukan.Ilmu yang mempelajari fosil adalah paleontologi, yang juga merupakan cabang ilmu yang direngkuh arkeologi. (sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Fosil)

A.    Fosilisasi
 merupakan proses penimbunan sisa-sisa hewanatau tumbuhan yang terakumulasi dalam sedimen atau endapan-endapan baik yang mengalami pengawetan secara menyeluruh, sebagian ataupun jejaknya saja. Terdapat beberapa syarat terjadinya pemfosilan yaitu antara lain:
1.      Organisme mempunyai bagian tubuh yang keras
2.      Mengalami pengawetan
3.      Terbebas dari bakteri pembusuk
4.      Terjadi secara alamiah
5.      Mengandung kadar oksigen dalam jumlah yang sedikit
6.      Umurnya lebih dari 10.000 tahun yang lalu.
(sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Fosil)
Tahap fosilisasi
Ada tiga tahap utama dalam pembentukan fosil, yaitu kematian, peristiwa pre-burial (pra-terkubur) dan peristiwa post-burial (pasca-terkubur). Jadi untuk menjadi fosil sebuah organisma harus mengalami kematian terlebih dahulu.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHRvtn1szh4JxtwTO3XOIBrSnoGiSFq-PDkSV9LtE-xnxXvi2cECdqFWi4IgdnKqupW61ShcbCWXf5bpAtLiBAptwF0RedoqToOfPcN96T5lqthsusovWILT_tKak3WDpyxVIkrh7jvIA/s400/fossilization_blogwesaursdotcom.gif
Fosilisasi (www.blog.websaurs.com)
Kematian bisa disebabkan oleh berbagai hal, seperti usia tua, sakit, dimangsa predator, infeksi parasit, dan terluka (baik karena terjatuh maupun berkelahi). Fosil dinosaurus banyak mengindikasikan bahwa binatang ini rentan terhadap pernyakit radang sendi, sedangkan parasit biasanya menyerang binatang invertebrata dan krinoid. Hal lain yang dapat menyebabkan kematian adalah yang berkaitan dengan kondisi fisikal, kimiawi dan biologikal lingkungan (seperti perubahan iklim)
Proses yang dialami organisma setelah kematian adalah pembusukan karena bakteri pembusuk, dan yang lebih dahulu mengalami pembusukan adalah jaringan lunak (daging, otot). Jaringan keras seperti tulang dan gigi adalah bagian tubuh yang awet sehingga bagian inilah yang biasanya terfosilkan. Selain karena pembusukan kerusakan jaringan lunak terjadi karena dcabik dan dimakan binatang pemakan bangkai.
Organisma yang terkubur cepat (rapid burial) biasanya akan terfosilkan di tempat dia mati dan dalam posisi awal ketika dia mati. Fosil ini disebut fosil autochtonous. Fosil yang mengalami rapid burial biasanya terawetkan dengan baik karena tidak mengalami gangguan pasca-mati dan struktur anatominya utuh. Sedangkan organisma yang tidak langsung terkubur, biasanya akan mengalami proses-proses alamiah seperti hanyut terbawa arus air, busuk karena angin dan udara, atau dicabik binatang pemakan bangkai sehingga posisinya sudah berpindah dari tempat dia mati, dan susunan tubuhnya sudah tidak anatomis lagi. Fosil seperti ini disebut fosil allochtonous. Maksud tidak anatomis adalah organisma tersebut sudah tercerai-berai tulang-belulangnya sehingga bentuk anatominya tidak seperti bentuk ketika organisma tersebut masih hidup.
Rapid burial biasanya terjadi di lingkungan air atau dekat dengan air, dan organisma yang mengalami fosilisasi seperti ini biasanya adalah binatang air. Untuk binatang yang hidup di daratan, fosilisasi melalui rapid burial sangat jarang terjadi. Biasanya hal tersebut terjadi bila ada gunung meletus sehingga banyak binatang mati seketika di suatu tempat dalam jumlah massal dan langsung terkubur dalam timbunan sedimen material muntahan gunung api. (Julimar 16/09/2010).
B.     Proses pembentukan Fosil

pengertian fosil - proses pembentukan fosil
Perhatikan gambar di atas, Ketika suatu organisme mati, bangkainya terkubur dan lambat laun berubah menjadi fosil. Biasanya hanya bagian-bagian terkeras, seperti cangkang atau tulang, yang masih terawetkan. Kadang-kadang bangkai tersebut perlahan-tahan membatu. Molekul-molekul aslinya digantikan oleh berbagai jenis mineral seperti katsit atau besi pirit. Namun, ada puta beberapa fosil yang masih mengandung sebagian besar molekuI astinya. Sebuah cabang ilmu baru yang disebut pateontotogi molekuter berupaya untuk membandingkan kesamaan komposisi kimia atau bahkan gen dari spesies purba yang tetah punah dengan spesies yang masih hidup hingga kini. (sumber : http://ridwanaz.com/umum/alam/pengertian-fosil-pembentukan-fosil-waktu-geologis/)
C.    Tempat penemuan fosil
Kebanyakan fosil ditemukan dalam batuan endapan (sedimen) yang permukaannya terbuka. Batu karang yang mengandung banyak fosil disebut fosiliferus. Tipe-tipe fosil yang terkandung di dalam batuan tergantung dari tipe lingkungan tempat sedimen secara ilmiah terendapkan. Sedimen laut, dari garis pantai dan laut dangkal, biasanya mengandung paling banyak fosil.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Alat Dan Bahan
Alat :
1.      Alat Tulis
2.      Buku
3.      Kamera
Bahan :
1.      Fosil
B.     Cara Kerja :
1.      Mengamati Fosil yang ada di museum latemmamala watansoppeng
2.      Bertanya kepada  narasumber
3.      Mencatat hasil pengamatan dalam buku
C.    Rincian Anggaran
Sumber Dana
1.      Siswa Kelas XII.IPA.1 Rp.80. 000,00x26       = Rp. 2.210.000,00
Pengeluaran
1.  Biaya Transportasi                      
Salonro – Soppeng (pergi – pulang )                           = Rp.  1.300.000,00
2. Konsumsi
a. Makan  Peserta                    Rp. 12.000,00 x 26     = Rp.  312.000,00
b.Pembina                               Rp.12.000.00x 4         =Rp.   48.000,00
c. Lain-lain                              Rp.12.000,00 x 5        =Rp.   60.000,00
b. Air Minum/ Air Galon        Rp.12.500,00 x 5       =Rp.   75.000,00
3. Biaya Tiket Masuk Lejja             
a. Peserta                                 Rp.12.500x  26           =Rp.    260.000,00
b.Pembina                               Rp.12.500x 4              =Rp.    40.000,00
4. Biaya Tiket Masuk Museum
a. Peserta                     Rp.2. 000x  26                                   =Rp.     65.000,00
b.Pembina                   Rp.2.0000x 4                         =Rp.     8.000,00
            5.  Lain-lain                                                               = Rp.     100.000,00  +
Jumlah                                                                      = Rp.    2.210.000,00
D.    Sistematika Kegiatan
08.00 WITA    : Berkumpul di sekolah
08.00-09.00     :Perjalanan Keberangkatan Menuju Ke Museum Latemmamala Watansoppeng
09.00-10.00     :Mengadakan pengamatan di Museum Latemmamala Watansoppeng
10.00-12.00     :Perjalanan keberangkatan Ke Permandian Air Panas Lejja
12.00-01.00     : Ishoma
01.00-02.00     :Melakukan Pengamatan Keanekaragaman Tanaman di lokasi permandian air panas Lejja
02.00-03.00     :Istirahat
03.00               : Perjalanan Pulang Kesekolah
DAFTAR PUSTAKA

Laporan Biologi Seleksi Alam



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Evolusi menjelaskan perkembangan makhluk hidup secara bertahap dalam jangka waktu lama dari bentuk yang sederhana menuju bentuk yang kompleks. Tokoh evolusi Charles Darwin, menuangkan teorinya tentang evolusi dalam buku “ On The Orgin of Spesies by Means of  Natural Selection” . Isi buku tersebut memuat pokok –pokok evolusi bahwa makhluk hidup yang ada sekarang berasal dari makhluk hidup di masa lampau dan evolusi terjadi melalui seleksi alam.
Dalam pendangan Darwin, kelangsungan hidup memang harus diperjuangkan. Tuhan menyediakan kekayaan alam yang tiada tara untuk dinikmati dan untuk diperjuangkan oleh semua makhluk hidup agar kehidupan di dunia bermanfaat.Makhluk hidup membutuhkan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidupya. Untuk memperjuangkan hidupnya, terjadi persaingan antar spesies maupun di dalam spesies itu sendiri. Perjuangan hidup semakin berat dengan adanya faktor bencana alam dan perubahan cuaca. Makhluk hidup yang menang dalam persaingan akan tetap unggul. Sedangkan yang kalah dalam persaingan akan bermigrasi atau punah. Hal ini akan menghasilkan adaptasi , sebuah modifikasi evolusioner yang meningkatkan kemampuan makhluk hidup untuk bertahan hidup dan berkembang biak di suatu lingkungan. Akumulasi dari modifikasi inilah yang kemudian memunculkan spesies baru. Makhluk hidup yang mampu bertahan hidup karena mampu beradaptasi di lingkunganya inilah yang dapat lolos dari seleksi alam.
Untuk itu melalui praktikum ini kita dapat mengetahui kemampuan adaptasi suatu individu pada lingkunganya yang memungkinkan individu itu dapat bertahan hidup.



B.     Tujuan
Mengamati peristiwa seleksi alam
C.     Manfaat
Mengetahui bagaimana seleksi alam itu terjadi
D.    Waktu Dan Tempat
-          Waktu pengamatan  :
 Selasa , 13 Januari 2015 Jam pelajaran ke-6
-          Tempat                       :
Pekarangan SMAN 1 Lilirilau






















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Evolusi
Evolusi (dalam kajian biologi) berarti perubahan pada sifat-sifat terwariskan suatu populasi organismedari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh kombinasi tiga proses utama: variasi, reproduksi, dan seleksi. Sifat-sifat yang menjadi dasar evolusi ini dibawa oleh gen yang diwariskan kepada keturunan suatu makhluk hidup dan menjadi bervariasi dalam suatu populasi. Ketika organisme bereproduksi, keturunannya akan mempunyai sifat-sifat yang baru. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan gen akibat mutasi ataupun transfer gen antar populasi dan antar spesies. Pada spesies yang bereproduksi secara seksual, kombinasi gen yang baru juga dihasilkan oleh rekombinasi genetika, yang dapat meningkatkan variasi antara organisme. Evolusi terjadi ketika perbedaan-perbedaan terwariskan ini menjadi lebih umum atau langka dalam suatu populasi.
Evolusi didorong oleh dua mekanisme utama, yaitu seleksi alam dan hanyutan genetik. Seleksi alam merupakan sebuah proses yang menyebabkan sifat terwaris yang berguna untuk keberlangsungan hidup dan reproduksi organisme menjadi lebih umum dalam suatu populasi - dan sebaliknya, sifat yang merugikan menjadi lebih berkurang. Hal ini terjadi karena individu dengan sifat-sifat yang menguntungkan lebih berpeluang besar bereproduksi, sehingga lebih banyak individu pada generasi selanjutnya yang mewarisi sifat-sifat yang menguntungkan ini. Setelah beberapa generasi, adaptasiterjadi melalui kombinasi perubahan kecil sifat yang terjadi secara terus menerus dan acak ini dengan seleksi alam.] Sementara itu, hanyutan genetik (Bahasa Inggris: Genetic Drift) merupakan sebuah proses bebas yang menghasilkan perubahan acak pada frekuensi sifat suatu populasi. Hanyutan genetik dihasilkan oleh probabilitas apakah suatu sifat akan diwariskan ketika suatu individu bertahan hidup dan bereproduksi.
Walaupun perubahan yang dihasilkan oleh hanyutan dan seleksi alam kecil, perubahan ini akan berakumulasi dan menyebabkan perubahan yang substansial pada organisme. Proses ini mencapai puncaknya dengan menghasilkan spesies yang baru.Dan sebenarnya, kemiripan antara organisme yang satu dengan organisme yang lain mensugestikan bahwa semua spesies yang kita kenal berasal dari nenek moyang yang sama melalui proses divergen yang terjadi secara perlahan ini.
Dokumentasi fakta-fakta terjadinya evolusi dilakukan oleh cabang biologi yang dinamakan biologi evolusioner. Cabang ini juga mengembangkan dan menguji teori-teori yang menjelaskan penyebab evolusi. Kajian catatan fosil dan keanekaragaman hayati organisme-organisme hidup telah meyakinkan para ilmuwan pada pertengahan abad ke-19 bahwa spesies berubah dari waktu ke waktu.  Namun, mekanisme yang mendorong perubahan ini tetap tidaklah jelas sampai pada publikasi tahun 1859 oleh Charles Darwin, On the Origin of Species yang menjelaskan dengan detail teori evolusi melalui seleksi alam.  Karya Darwin dengan segera diikuti oleh penerimaan teori evolusi dalam komunitas ilmiah. Pada tahun 1930, teori seleksi alam Darwin digabungkan dengan teori pewarisanMendel, membentuk sintesis evolusi modern,[yang menghubungkan satuan evolusi (gen) dengan mekanisme evolusi (seleksi alam). Kekuatan penjelasan dan prediksi teori ini mendorong riset yang secara terus menerus menimbulkan pertanyaan baru, di mana hal ini telah menjadi prinsip pusat biologi modern yang memberikan penjelasan secara lebih menyeluruh tentang keanekaragaman hayati di bumi.
Meskipun teori evolusi selalu diasosiasikan dengan Charles Darwin, namun sebenarnya biologi evolusioner telah berakar sejak zaman Aristoteles. Namun, Darwin adalah ilmuwan pertama yang mencetuskan teori evolusi yang telah banyak terbukti mapan menghadapi pengujian ilmiah. Sampai saat ini, teori Darwin mengenai evolusi yang terjadi karena seleksi alam dianggap oleh mayoritas komunitas sains sebagai teori terbaik dalam menjelaskan peristiwa evolusi (sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Evolusi)
B.     Seleksi Alam
Seleksi alam yang dimaksud dalam teori evolusi adalah teori bahwa makhluk hidup yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya lama kelamaan akan punah. Yang tertinggal hanyalah mereka yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Dan sesama makhluk hidup akan saling bersaing untuk mempertahankan hidupnya.
Contoh seleksi alam misalnya yang terjadi pada ngengat biston betularia. Ngengat biston betularia putih sebelum terjadinya revolusi industri jumlahnya lebih banyak daripada ngengat biston betularia hitam. Namun setelah terjadinya revolusi industri, jumlah ngengat biston betularia putih lebih sedikit daripada ngengat biston betularia hitam.
Ini terjadi karena ketidakmampuan ngengat biston betularia putih untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Pada saat sebelum terjadinya revolusi di Inggris, udara di Inggris masih bebas dari asap industri, sehingga populasi ngengat biston betularia hitam menurun karena tidak dapat beradaptsi dengan lingkungannya. namun setelah revolusi industri, udara di Inggris menjadi gelap oleh asap dan debu industri, sehingga  populasi ngengat biston betularia putih menurun karena tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan, akibatnya mudah ditangkap oleh pemangsanya. (sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Seleksi_alam )

BAB III
METODE PENGAMATAN
A.    Alat dan Bahan
·         Alat :
1.      Pelubang kertas/perforot
2.      Kantong plastik
3.      Tali dan mistar
·         Bahan :
1.      Daun pisang ( kering, segar , menguning )
B.     Cara Kerja
1.      Membuat potong daun pisang tersebut dengan menggunakan perforator masing-masing 300 bua , kemudian memasukkan kedalam kantong plastic yang terpisah
2.      Menentukan suatu bidang seluas 4 m2
3.      Menaburkan potongan daun tersebut merata di atas bidang 4m2 tersebut .
4.      Setelah itu pungutlah kembali selama dua metit potongan daun yang ditaburkan itu .
5.      Kemudian hitunglah ketiga warna daun segar , kuning dan kering yang terambil kembali .
C.     Tabel Pengamatan
Perincian Data
Daun Kuning
Daun kering
Daun Segar
1.      Jumlah potongan daun sebelum di taburkan
300
300
300
2.      Jumlah potongan daun daun terambil kembali



3.      Selisih antara Jumlah potongan daun sebelum di taburkan dan sesudah diambil kembali





D.    Pertanyaan LKS
1.      Apakah selisih antara jumlah potongan daun sebelum ditabur dan sesudah diambil itu sama untuk setiap warna daun ?
2.      Dari hasil kegiatan di atas pola apa yang kamu temukan ?
3.      Jelaskan mengapa terjadi hal semacam itu ?
4.      Jika kegiatan itu di ulangi lagi apakah hasilnya akan menunjukkan hasil yang sama ? mengapa ?
5.      Dari data di atas , apakah dapat kita simpulkan bahwa peristiwa itu menunjukkan salah satu seleksi alam ? coba hubungkan hal ini dengan populasi Biston beturia (nengat malam )  berwarna cerah dan gelap sebelum dan sesudah revolusi industry atau dengan cecak hitam dan cecak putih ditempat yang berwarna putih !
6.      Buatlah kesimpulan dari hasil kegiatan anda !
7.      Buatlah laporan hasil kegiatan anda !











BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan

Perincian Data
Daun Kuning
Daun kering
Daun Segar
1.      Jumlah potongan daun sebelum di taburkan
300
300
300
2.      Jumlah potongan daun daun terambil kembali
101
27
49
3.      Selisih antara Jumlah potongan daun sebelum di taburkan dan sesudah diambil kembali
199
273
251


B.     Pembahasan
Jawaban LKS
1.      Analisis Data Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa jumlah antara potongan daun sebelum ditaburkan dengan setelah ditaburkan tidak sama. Selain itu juga, selisih antara jumlah potongan daun sebelum ditaburkan dan sesudah terambil kembali tidak sama untuk setiap warna
2.      Pola yang dapat dilihat dari percobaan tersebut adalah organisme yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya(dalam kegiatan ini daun yang warnanya tersamarkan) akan tetap bertahan hidup. Sedangkan organism yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya akan mati(terambil oleh predator)
3.      Daun warna hijau sama sekali tidak terambil oleh predator karena warnanya lebih adaptif atau tersamarkan oleh warna rumput yang hijau sama dengan warna daun,sehingga predator sulit menangkap. Daun warna coklat sedikit terambil oleh predator karena tersamarkan oleh warna tanah yang coklat, sehingga cukup sulit untuk dilihat predator. Sedangkan daun warna kuning banyak terambil oleh predator karena warnanya sangat mencolok atau tidak adaptif dengan lingkungan rumput yang hijau dan tanah yang coklat, sehingga sangat mudah dilihat oleh predator
4.      Jika percobaan ini diulangi lagi, hasilnya akan berbeda. Karena lingkungan dapat mengalami perubahan kapan saja
5.      percobaan ini kita dapat mengamati seleksi alam dimana daun yang warnanya sama dengan lingkungannya atau adaptif akan sedikit terambil oleh predator. Sedangkan daun yang warnanya mencolok atau tidak adaptif akan banyak terambil oleh predator. Hal ini juga terjadi pada kupu-kupu Biston betularia. Biston betularia putih sebelum revolusi industri jumlahnya lebih banyak dari pada Biston betularia hitam. Tetapi setelah terjadi revolusi industri ,jumlah Biston betularia putih lebih sedikit daripada Biston betularia hitam. Ini terjadi karena ketidakmampuan Biston Betularia putih dalam beradaptasi dengan lingkungannya.
6.      Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa evolusi terjadi melalui peristiwa seleksi alam. Dimana alam melakukan seleksi terhadap organisme yang ada didalamnya, organisme yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya akan dapat bertahan hidup sedangkan organisme yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya akan musnah







BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
         Evolusi terjadi melalui peristiwa seleksi alam. Dimana alam melakukan seleksi terhadap organisme yang ada didalamnya, organisme yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya akan dapat bertahan hidup sedangkan organisme yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya akan musnah
B.     Saran
1.      Lakukan pengamatan dengan teliti untuk meminimalkan kesalahan
2.      Untuk mendapatkan hasil yang lebih meyakinkan  lakukan percobaan int pada tempat yang berbeda












DAFTAR PUSTAKA