BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pada zaman dahulu , dinosaurus dan fosil lainnya dapat terbentuk dengan cara yang berbeda seperti dikemukakan dalam buku-buku tentang evolusi. Fosilisasi pada binatang hampir tidak pernah terjadi kecuali mereka dikubur dengan cepat serta dalam, sebelum binatang atau burung pemakan bangkai, bakteri dan erosi membuat mereka menjadi debu. Kondisi seperti ini sangat tidak biasa. Dalam banyak kejadian, keberadaan fosil baik dalam tipe maupun jumlah menunjukkan dengan jelas kondisi bencana saat penguburan atau pengawetannya. Dinosaurus besar, kelompok ikan besar dan banyak aneka binatang ditemukan dalam endapan lumpur yang banyak dan mengeras menjadi batu. Hampir semua fosil ditemukan dalam endapan yang berair.Fosil adalah bukti-bukti yang didapatkan dari kehidupan pra- sejarah. Batasan masa pra-sejarah lebih dari enam juta tahun yang lalu.
Menurut definisi tersebut, maka yang dimaksud dengan fosil adalah meliputi segala macam bukti, baik yang bersifat langsung maupun tak langsung. Contoh bukti langsung dari kehidupan prasejarah adalah tulang dinosaurus, sedangkan bukti tak langsung adalah jejak tapak kaki bewail yang terawetkan dalam lumpur, dan koprolit (material faeces). Catatan : fosil tidak memberikan bukti yang mendukung Evolusi. "Keberadaan fosil membuat malu teori Evolusi dan mendukung konsep Penciptaan." ( Dr. Gary Parker, PhD., ahli biologi/paleontologi yang sebelumnya pendukung Evolusi ). Fosil banyak di temukan di wilayah Indonesia , salah satunya di daerah Sulawesi selatan , yang kemudian telah d simpan di Museum Latemmamala Watansoppeng . pada makalah ini akan di bahas fosil yang terdapat di Museum Latemmamala Watansoppeng
Fossilization :
Semua proses yang melibatkan penimbunan hewan atau tumbuhan dalam sedimen, yang terakumulasi & mengalami pengawetan seluruh maupun sebagian tubuhnya serta pada jejak-jejaknya .
B. Tujuan
Mengumpulkan informasi dan membuat laporan hasil studi tentang fosil yang diamati atau situs temuan fosil.
C. Manfaat
Dapat mengetahui informasi tentang fosil yang diamati atau situs temuan fosil
D. Waktu Dan Tempat
1. Waktu Penelitian/ Pengamatan :
Minggu, 25 Januari 2015 pukul 08.00- selesai
2. Tempat Pengamatan :
Museum Latemmamala Watansoppeng
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Villa Juliana merupakan salah satu bangunan peninggalan Belanda di Kabupaten Soppeng. Bangunan yang mulai dibangun pada tahun 1905 dan selesai pada tahun 1907 atas prakarsa C. A. Croesen selaku Gubernur Pemerintahan Hindia Belanda di Sulawesi ini menjadi salah satu ikon wisata sejarah Kabupaten Soppeng.
Terletak di salah satu sudut Kota Watansoppeng, bangunan yang kini berusia satu abad lebih yang belakangan difungsikan sebagai Museum Latemmala tersebut tidaklah terlalu sulit untuk diakses. Apalagi, dengan posisinya di ketinggian membuat bangunan yang awalnya dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan kepada Ratu Juliana, putri Ratu Wilhelmina yang pernah berkuasa di Belanda ini menjadi sangat menonjol.
Juru Pelestari Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Villa Juliana, Lamadi, kepada penulis mengatakan keberadaan Villa Juliana tersebut memang awalnya diperuntukkan sebagai penginapan bagi Ratu Juliana yang direncanakan berkunjung ke Soppeng. Hanya saja, sengitnya peperangan antara Belanda dengan Kerajaan Gowa pada masa itu serta alasan faktor keamanan, kunjungan putri penguasa Belanda, Ratu Wilhelmina ini dibatalkan.
Bangunan yang merupakan perpaduan antara arsitektur Eropa dan Bugis dan disebut-sebut memiliki ‘kembaran’ di Belanda ini mulai dibangun pada tahun 1905 atas prakarsa Gubernur Jenderal Pemerintahan Hindia Belanda di Sulawesi dan baru selesai dibangun pada tahun 1907.
Selanjutnya, selain dijadikan sebagai tempat peristirahatan Pemerintah Hindia Belanda, Villa Juliana juga difungsikan sebagai pusat perkantoran dan pengawasan terhadap aktivitas raja dan masyarakat Kabupaten Soppeng.
Selanjutnya, kata dia, Villa Juliana ini kemudian dijadikan Mess Pemda pada tahun 1992, diambil alih Dinas Budaya dan Pariwisata sebagai salah satu cagar budaya pada tahun 2005 hingga kemudian menjadi Museum Latemmamala pada 23 Maret 2008 bertepatan dengan peringatan Hari Jadi Soppeng.
Bangunan di belakang bangunan utama Villa Juliana yang dulunya difungsikan sebagai pusat perkantoran Pemerintah Hindia Belanda di Soppeng
Untuk renovasi, ungkap Lamadi, hanya dilakukan pada bagian atap yang sudah tiga kali mengalami perubahan. (sumber : http://wisata.kompasiana.com )
Menjadi Museum Latemmamala
Selain menjadi salah satu cagar budaya, Villa Juliana juga berfungsi sebagai museum. Di lantai satu, terdapat beberapa koleksi foto lama seputar sejarah Kabupaten Soppeng, fosil-fosil yang ditemukan peneliti di kawasan Calio, buku-buku seputar Kabupaten Soppeng serta peralatan-peralatan kuno yang digunakan oleh masyarakat tempo dulu yang masih tersimpan rapi.
Sementara di lantai dua, terdapat beberapa koleksi benda pustaka peninggalan Kerajaan Soppeng serta keramik asal China sebagai bukti adanya kerjasama antara Kerajaan Soppeng dengan para pedagang China.
Dari ruang fosil, kita dapat melihat adanya fosil gajah yang ditemukan pada tahun 1993 di Tanjonge, rahang gajah purba, fosil kura-kura raksasa yang juga ditemukan di kawasan sungai di daerah Calio, tengkorak babi rusa serta fragmen gigi Anoa yang semuanya ditemukan peneliti di wilayah Kabupaten Soppeng
Villa Juliana, umumnya banyak dikunjungi oleh para pelajar dan mahasiswa sebagai tugas penelitian dan sejarah. Di samping itu, juga sering dikunjungi oleh peneliti dari luar negeri, seperti Belanda, Austria dan negara lainnya. (sumber : http://wisata.kompasiana.com)
B. Pengertian Fosil
Fosil(bahasa Latin: fossa yang berarti "menggali keluar dari dalam tanah") adalah sisa-sisa atau bekas-bekas makhluk hidup yang menjadi batuatau mineral. Untuk menjadi fosil, sisa-sisa hewan atau tanaman ini harus segera tertutup sedimen. Oleh para pakar dibedakan beberapa macam fosil. Ada fosil batu biasa, fosil yang terbentuk dalam batu ambar, fosil ter, seperti yang terbentuk di sumur ter La Breadi Kalifornia. Hewanatau tumbuhan yang dikira sudah punah tetapi ternyata masih ada disebut fosil hidup. Fosil yang paling umum adalah kerangka yang tersisa seperti cangkang, gigi dan tulang. Fosil jaringan lunak sangat jarang ditemukan.Ilmu yang mempelajari fosil adalah paleontologi, yang juga merupakan cabang ilmu yang direngkuh arkeologi. (sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Fosil)
A. Fosilisasi
merupakan proses penimbunan sisa-sisa hewanatau tumbuhan yang terakumulasi dalam sedimen atau endapan-endapan baik yang mengalami pengawetan secara menyeluruh, sebagian ataupun jejaknya saja. Terdapat beberapa syarat terjadinya pemfosilan yaitu antara lain:
1. Organisme mempunyai bagian tubuh yang keras
2. Mengalami pengawetan
3. Terbebas dari bakteri pembusuk
4. Terjadi secara alamiah
5. Mengandung kadar oksigen dalam jumlah yang sedikit
Ada tiga tahap utama dalam pembentukan fosil, yaitu kematian, peristiwa pre-burial (pra-terkubur) dan peristiwa post-burial (pasca-terkubur). Jadi untuk menjadi fosil sebuah organisma harus mengalami kematian terlebih dahulu.
|
Fosilisasi (www.blog.websaurs.com) |
Kematian bisa disebabkan oleh berbagai hal, seperti usia tua, sakit, dimangsa predator, infeksi parasit, dan terluka (baik karena terjatuh maupun berkelahi). Fosil dinosaurus banyak mengindikasikan bahwa binatang ini rentan terhadap pernyakit radang sendi, sedangkan parasit biasanya menyerang binatang invertebrata dan krinoid. Hal lain yang dapat menyebabkan kematian adalah yang berkaitan dengan kondisi fisikal, kimiawi dan biologikal lingkungan (seperti perubahan iklim)
Proses yang dialami organisma setelah kematian adalah pembusukan karena bakteri pembusuk, dan yang lebih dahulu mengalami pembusukan adalah jaringan lunak (daging, otot). Jaringan keras seperti tulang dan gigi adalah bagian tubuh yang awet sehingga bagian inilah yang biasanya terfosilkan. Selain karena pembusukan kerusakan jaringan lunak terjadi karena dcabik dan dimakan binatang pemakan bangkai.
Organisma yang terkubur cepat (rapid burial) biasanya akan terfosilkan di tempat dia mati dan dalam posisi awal ketika dia mati. Fosil ini disebut fosil autochtonous. Fosil yang mengalami rapid burial biasanya terawetkan dengan baik karena tidak mengalami gangguan pasca-mati dan struktur anatominya utuh. Sedangkan organisma yang tidak langsung terkubur, biasanya akan mengalami proses-proses alamiah seperti hanyut terbawa arus air, busuk karena angin dan udara, atau dicabik binatang pemakan bangkai sehingga posisinya sudah berpindah dari tempat dia mati, dan susunan tubuhnya sudah tidak anatomis lagi. Fosil seperti ini disebut fosil allochtonous. Maksud tidak anatomis adalah organisma tersebut sudah tercerai-berai tulang-belulangnya sehingga bentuk anatominya tidak seperti bentuk ketika organisma tersebut masih hidup.
Rapid burial biasanya terjadi di lingkungan air atau dekat dengan air, dan organisma yang mengalami fosilisasi seperti ini biasanya adalah binatang air. Untuk binatang yang hidup di daratan, fosilisasi melalui rapid burial sangat jarang terjadi. Biasanya hal tersebut terjadi bila ada gunung meletus sehingga banyak binatang mati seketika di suatu tempat dalam jumlah massal dan langsung terkubur dalam timbunan sedimen material muntahan gunung api. (Julimar 16/09/2010).
B. Proses pembentukan Fosil
Perhatikan gambar di atas, Ketika suatu organisme mati, bangkainya terkubur dan lambat laun berubah menjadi fosil. Biasanya hanya bagian-bagian terkeras, seperti cangkang atau tulang, yang masih terawetkan. Kadang-kadang bangkai tersebut perlahan-tahan membatu. Molekul-molekul aslinya digantikan oleh berbagai jenis mineral seperti katsit atau besi pirit. Namun, ada puta beberapa fosil yang masih mengandung sebagian besar molekuI astinya. Sebuah cabang ilmu baru yang disebut pateontotogi molekuter berupaya untuk membandingkan kesamaan komposisi kimia atau bahkan gen dari spesies purba yang tetah punah dengan spesies yang masih hidup hingga kini. (sumber : http://ridwanaz.com/umum/alam/pengertian-fosil-pembentukan-fosil-waktu-geologis/)
C. Tempat penemuan fosil
Kebanyakan fosil ditemukan dalam batuan endapan (sedimen) yang permukaannya terbuka. Batu karang yang mengandung banyak fosil disebut fosiliferus. Tipe-tipe fosil yang terkandung di dalam batuan tergantung dari tipe lingkungan tempat sedimen secara ilmiah terendapkan. Sedimen laut, dari garis pantai dan laut dangkal, biasanya mengandung paling banyak fosil.
(sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Fosil )
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Alat Dan Bahan
Alat :
1. Alat Tulis
2. Buku
3. Kamera
Bahan :
1. Fosil
B. Cara Kerja :
1. Mengamati Fosil yang ada di museum latemmamala watansoppeng
2. Bertanya kepada narasumber
3. Mencatat hasil pengamatan dalam buku
C. Rincian Anggaran
Sumber Dana
1. Siswa Kelas XII.IPA.1 Rp.80. 000,00x26 = Rp. 2.210.000,00
Pengeluaran
1. Biaya Transportasi
Salonro – Soppeng (pergi – pulang ) = Rp. 1.300.000,00
2. Konsumsi
a. Makan Peserta Rp. 12.000,00 x 26 = Rp. 312.000,00
b.Pembina Rp.12.000.00x 4 =Rp. 48.000,00
c. Lain-lain Rp.12.000,00 x 5 =Rp. 60.000,00
b. Air Minum/ Air Galon Rp.12.500,00 x 5 =Rp. 75.000,00
3. Biaya Tiket Masuk Lejja
a. Peserta Rp.12.500x 26 =Rp. 260.000,00
b.Pembina Rp.12.500x 4 =Rp. 40.000,00
4. Biaya Tiket Masuk Museum
a. Peserta Rp.2. 000x 26 =Rp. 65.000,00
b.Pembina Rp.2.0000x 4 =Rp. 8.000,00
5. Lain-lain = Rp. 100.000,00 +
Jumlah = Rp. 2.210.000,00
D. Sistematika Kegiatan
08.00 WITA : Berkumpul di sekolah
08.00-09.00 :Perjalanan Keberangkatan Menuju Ke Museum Latemmamala Watansoppeng
09.00-10.00 :Mengadakan pengamatan di Museum Latemmamala Watansoppeng
10.00-12.00 :Perjalanan keberangkatan Ke Permandian Air Panas Lejja
12.00-01.00 : Ishoma
01.00-02.00 :Melakukan Pengamatan Keanekaragaman Tanaman di lokasi permandian air panas Lejja
02.00-03.00 :Istirahat
03.00 : Perjalanan Pulang Kesekolah
DAFTAR PUSTAKA